Awal Ramadan NU-Muhammadiyah Berpotensi Tak Serentak, MUI: Sudah Biasa

Elmadani.id_Webinar Penentuan 1 Ramadan 1443 H/2022 Masehi yang digelar Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman (LPBKI) MUI dan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) di Jakarta Kamis (24/3) mengupas potensi perbedaan awal Ramadan tahun ini (1443 H). Wakil Ketua Umum MUI Marsudi Syuhud menegaskan perbedaan awal Ramadan, Idul Fitri, maupun Idul Adha di Indonesia sudah biasa.

Sebagaimana diketahui Muhammadiyah sudah mengumumkan awal Ramadan jatuh pada 2 April. Sementara itu, NU yang menggunakan metode rukyat atau memantau hilal menyampaikan kemungkinan puasa Ramadan dimulai 3 April.

Pemerintah dalam hal ini Kemenag baru akan memutuskan awal Ramadan pada sidang isbat yang digelar 1 April mendatang. Lebih lanjut Marsyudi menekankan umat Islam di Indonesia perlu menyikapi perbedaan tersebut secara dewasa.

Tidak perlu dijadikan sebuah polemik. Sebab masing-masing metode yang digunakan memiliki landasan masing-masing.

“Ilmu penentuan kalender ini sangat penting, karena sangat berpengaruh untuk menentukan kapan dimulainya ibadah Ramadan,” katanya.

Dia menegaskan mengenai perbedaan penetapan awal Ramadan itu sudah biasa. “Kita sudah diajarkan bagaimana cara menyikapinya,” katanya.

Bahkan Kemenag sampai hari ini selalu menyatukan perbedaan-perbedaan dalam penentuan Ramadan dengan diadakannya sidang isbat. Dalam kesempatan yang sama Sekjen MUI Amirsyah Tambunan menyampaikan perbedaan dalam pendekatan hisab dan rukyat itu sebuah keniscayaan.

“Di satu sisi untuk memahami dan sebagai bentuk toleransi,” jelasnya.

Amirsyah menegaskan 1 Ramadannya sama. Namun yang berbeda adalah tanggal penetapannya. Kajian ini sering dilakukan dan diharapkan untuk melengkapi kajian kajian sebelumnya.

Ketua LPBKI-MUI Prof. Endang Soetari menyampaikan bahwa mereka mendukung kegiatan-kegiatan yang membahas permasalahan metode hisab dan rukyat. Endang mengucapkan apresiasi pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya kegiatan ini.

Guru besar astronomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Thomas Djamaluddin membahas potensi terjadinya perbedaan penentuan awal bulan Ramadan. Menurut Thomas hal ini bisa terjadi karena kriteria penentuan awal bulan Ramadhan berbeda-beda.

Dia menginformasikan bahwa alat bantu rukyat dianggap tidak terlalu membantu dalam menentukan hisab. “Hisab sendiri mengalami perkembangan. Semakin besar elonasi bulan akan terlihat, faktor pengganggu terlihatnya hilal adalah sinar senja matahari,” jelasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *